Wednesday, October 3, 2007

Ramlah binti Abu Sufyan

“…Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan jalan keluar kepadanya dan memberikan rizki dari arah yang tidak diduga-duga. Barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah pasti melaksanakan urusan (yang dikehendaki-Nya). Sesungguhnya Allah telah menentukan ajal atas segala sesuatu.” QST ATH THALAAQ (65):2-3

Ayat inilah yang dipegang teguh oleh wanita soleha ini. Dengan ayat ini, beliau meyakini bahwa segala urusan berada di tangan Allah. Sehingga beliaupun tidak pernah goyah dalam menetapi agama Islam. Dengan teguh dan penuh keyakinan beliau memeluk Islam dengan kuat sekalipun cobaan berat datang dari orang-orang yang dicintainya yaitu Ayah dan Suaminya.
Nama Beliau adalah Ramlah binti Abu Sufyan. Ayahnya adalah pemuka kaum Quraisy, Abu Sufyan, yang begitu memusuhi dan membenci Islam dan Rosulullah. Ayahnya adalah salah seorang yang begitu gigih dalam memerangi dakwah Rosulullah sampai fathul makkah (Penaklukkan Makkah). Maka bisa dibayangkan bagaimana pergolakan yang terjadi pada diri Ramlah yang memeluk Islam, agama yang dibenci oleh ayahnya. Namun ternyata, aqidah Islam yang kuat itu mampu membuat Ramlah Binti Abu Sufyan mempertahankan keimanannya terhadap Allah dan Rosul-Nya. Maka hijrahlah Ramlah beserta suaminya yaitu Ubaidillah bin Jahsy yang juga memeluk Islam ke negeri Habsyi.
Di negri habsyi ini, beliau dikaruniai seorang putri yang diberi nama Habibah. Karena hal inilah beliau kemudian dipanggil Ummu Habibah. Dan di Negeri Habsyi inilah, Ummu Habibah mendapat cobaan sekali lagi yaitu keluarnya sang suami dari agama Islam alias murtad. Sang suami berpindah agama dari Islam kepada Nasrani. Bahkan sang siuami yang telah murtad itu membujuk Ummu Habibah agar mengikuti langkahnya keluar dari agama Islam. Akan tetapi Ummu Habibah menolak bahkan menyeru suaminya untuk kembali kepada Islam yang mulia. Suaminya terus berada pada agama Nashrani dan asyik dengan khamr hingga meninggal. Demi mempertahankan aqidahnya masing-masing, Ummu Habibah dengan aqidah Islamnya dan suaminya dengan agama kufurnya akhirnya mereka bercerai.
Ummu Habibah melalui hari-harinya dengan ujian sebagai janda di tanah hijrah ini dan beliau mampu bertahanoleh karena keimanan yang beliau milikihingga suatu hari beliau bermimpi ada yang memanggilnya ”wahai Ummul Mukminin!”. Dan benarlah, setelah masa iddah beliau berakhir, Rosulullah SAW berkenan menikahi beliau untuk menyelamatkan aqidah Ummu Habibah. Pernikahan ini disaksikan oleh Raja Najasyi dan Ja’far bin Abi Tholib (anak paman Rosulullah sebagai wakil Rosulullah) dan Khalid Bin Sa’id sebagai wakil Ummu Habibah. Setelah kemenangan atas khaibar dan perayaan pernikahan Ummu Habibah beserta rombongan kaum Muslimin lainnya yang dipimpin Ja’far menuju Madinah dan Ummu Habibah segera disambut Rosul kemudian bergabung dengan para Ummahatul Mukminin dan hidup dalam rumah tangga nubuwah pada usia 40 tahun. Beliau wafat pada usia 70 tahun.
Keberanian dan keloyalan Ummu Habibah terhadap Islam nampak tatkala ayahnya yang masih kafir, Abu Sufyan, datang ke Madinah dan mengunjunginya. Abu Sufyan meminta Ummu Habibah agar menjadi perantara antara Abu Sufyan dan Rosulullah untuk memperbaharui perjanjian Hudaibiyah yang dilanggar orang-orang musyrik sendiri. Ummu Habibah tidak mau memenuhi permintaan sang ayah. Subhanallah, keimanan beliau pada Allah dan Rosul-Nya telah membuat Ummu Habibah sangat cinta pada Allah dan Rosul-Nya, dan ia tidak melakukan suatu hal kecuali Allah dan Rosul-Nya suka dan ridho atas hal tersebut. Beliau menjauhi hal-hal yang dibenci Alah dan Rosul-Nya. Inilah karakter muslimah yang dinanti ssat ini. Seandainya muslimah saat ini memiliki karakter yang kuat seperti Ummu habibah, maka ia akan dapat berperan sebagai muslimah yang menghidupkan cahaya Islam dan menjadi Ibu yang akan mencetak generasi-generasi berkepribadian Islam kuat.

Saturday, May 19, 2007

Saudah Binti Zam'ah

Beliau adalah Saudah binti Zam'ah bin Qais bin Abdi Syams bin Abud Al-Quraisyiyah Al-Amiriyyah. Beliau juga seorang Sayyidah yang mulia dan terhormat. Sebelumnya pernah menikah dengan As-Sakar bin Amru saudara dari Suhair bin Amru Al-Amiri. Tiada hentinya ujian menimpa Saudah di negeri asing tempat hijrahnya untuk menyelamatkan aqidahnya tetapi ujian yang terberat ketika beliau harus kehilangan suaminya sang muhajirin.
Rasulullah menaruh perhatian yang istimewa terhadap wanita muhajirah yang beriman dan telah menjanda tersebut. Oleh karena itu tiada henti-hentinya Khaulah binti Hakim as-Salimah menawarkan Saudah untuk beliau disamping khaulah juga menawarkan aisyah putri abu bakar sebagai istrinya, hingga pada gilirannya beliau mengulurkan tangannya yang penuh rahmat untuk Saudah dan membantunya menghadapi kerasnya kehidupan. Apalagi umurnya telah mendekati usia senja sehingga membutuhkan seseorang yang dapat menjaga dan mendampinginya.
Rasulullah terlebih dahulu menikahi Saudah binti Zam'ah yang mana dia menjadi satu-satunya isteri beliau (setelah wafatnya Khadijah) selama tiga tahun atau lebih baru kemudian masuklah Aisyah dalam rumah tangga Rasulullah. Orang-orang di Makkah merasa heran terhadap pernikahan Nabi dengan Saudah binti Zam'ah. Mereka bertanya-tanya seolah-olah tidak percaya dengan kejadian tersebut, seorang janda yang telah lanjut usia dan tidak begitu cantik menggantikan posisi Sayyidah Khadijah wanita Quraisy. Saudah mampu untuk menunaikan kewajiban dalam rumah tangga Nubuwwah dan melayani putri-putri Nabi dan mendatangkan kebahagiaan dan kegembiraan di hati Nabi. Setelah tiga tahun rumah tangga tersebut berjalan maka masuklah Aisyah dalam rumah tangga Nubuwwah, disusul kemudian istri-istri yang lain seperti Hafsah, Zainab, Ummu Salamah dan lain-lain. Saudah menyadari bahwa Nabi tidak mengawininya dirinya melainkan karena kasihan melihat kondisinya setelah kepergian suaminya yang lama. Dan bagi beliau hal itu telah jelas dan nyata tatkala Nabi ingin menceraikan beliau dengan cara yang baik untuk memberi kebebasan kepadanya. Saudah memohon kepada nabi untuk tetap berada di sisi Beliau dan sebagai gantinya dengan memberikan giliran beliau kepada Aisyah untuk menjaga hati Rasulullah dan beliau sudah tidak memiliki keinginan sebagaimana layaknya wanita lain. Maka Rasulullah menerima usulan istrinya yang memiliki perasaan yang halus tersebut, maka turunlah ayat Allah: "Maka tidak mengapa bagi keduannya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)." (An-Nisa':128).
Sosok Istri seperti Saudah seharusnya dapat dijadikan teladan bagi kaum muslimah saat ini, karena keteguhan imannya sehingga dapat menghantarkan Dia memperoleh kedudukan mulia sebagai Ummul mukminin. Kasih sayang tulus dan kesabaran dalam mendidik putra putri Rasulullah semata-mata dilakukan demi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya serta bentuk tanggung jawab seorang Isrti terhadap putra putrinya meskipun tahu bahwa yang ia didik dan ia besarkan bukanlah anak kandungnya. Semoga kisah Saudah dapat menjadi pelajaran bagi kita, kaum muslimah sebagai bekal berumah tangga. Amin
anisah

Sunday, April 22, 2007

ABDURRAHMAN BIN ‘AUF TELADAN MENAFKAHKAN HARTA DI JALAN ALLAH

Kapan dan bagaimana masuknya orang besar ini kedalam Islam?. Abdurrahman bin ‘Auf masuk Islam pada saat-saat permulaan da’wah yakni sebelum Rasulullah SAW memasuki rumah Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para sahabatnya orang-orang mukmin. Abu Bakar datang kepadanya untuk menyampaikan Islam, setelah itu tak ada keraguan yang menjadi penghalang baginya untuk segera menemui Rasulullah SAW guna menyatakan keIslamannya. Dan semenjak keIslamannya sampai berpulang menemui Rabbnya dalam umur tujuhpuluh lima tahun, ia menjadi teladan yang cemerlang sebagai seorang Mukmin yang besar. Hal ini menyebabkan Nabi SAW memasukkannya dalam sepuluh orang yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.
Selama perjalanan hidupnya, ia diberikan kemudahan oleh Allah keberuntungan dalam perniagaan sampai suatu batas yang membangkitkan dirinya pribadi ketakjuban hingga dia berkata, “Sungguh, kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan dibawahnya emas dan perak…!. Dialah saudagar yang berhasil dan orang yang kaya raya. Keberhasilan yang paling besar dan lebih sempurna!. Namun di sisi lain, dialah seorang mukmin yang bijaksana, tak rela harta benda kekayaannya meninggalkannya dari kafilah iman dan pahala surga. Maka dialah r.a yang membaktikan harta kekayaannya di jalan Allah.
Pada suatu hari, ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Ibnu ‘Auf! Anda termasuk golongan orang kaya… dan anda akan masuk surga secara perlahan-lahan…!. Pinjamkanlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda...!”. Semenjak ia mendengar nasehat Rasulullah ini, ia menyediakan bagi Allah pinjaman yang baik, maka Allah pun memberi ganjaran kepadanya dengan berlipatganda. Diserahkannya pada suatu hari limaratus ekor kuda untuk perlengkapan balatentara Islam dan hari yang lain seribu limaratus kendaraan. Menjelang wafatnya ia berwasiat limapuluh ribu dinar untuk jalan Allah, bagi orang-orang yang ikut perang Badar dan masih hidup masing-masing diberi empatratus dinar. Peristiwa yang satu ini saja, melukiskan gambaran kedermawanan seorang ’Abdurrahman bin ’Auf. Perniagaan baginya bukan berarti rakus dan loba. Bukan pula suka menumpuk harta atau hidupmewah dan ria’!, malah itu adalah suatu amal dan tugas kewajiban yang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan berkurban dijalan-Nya. Inilah keteladanan yang seharusnya diikuti oleh kaum muslimin dalam menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT. Demikian janji Allah, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui “ (QS. Al-Baqarah:261).

Ummu Syuraik

Agama Islam telah masuk di hati beliau saat masih di Mekah, ia mewakafkan hidupnya guna menyebarkan dakwah tauhid secara sembunyi-sembunyi kepada wanita-wanita Quraisy, beliau sadar cobaan dan siksaan telah menantinya dan siap menyerangnya setiap saat, namun tidak menjadikan beliau surut dalam berdakwah.
Selang berapa lama apa yang dilakukan oleh Ummu Syuraik pun diketahui oleh penduduk Mekah, merekapun menangkapnya dan berkata: “ Jika karena bukan kaummu, sungguh kami akan berbuat sesuatu kepadamu, akan tetapi kami akan mengembalikan kamu kepada mereka.”
Ummu Syuraik berkata: “Keluarga Abil-Akr (keluarga suaminya) telah mendatangiku.” Lalu mereka berkata: “Jangan-jangan engkau berada diatas agamanya(Muhammad)?” Ummu Syuraik berkata: “Demi Allaah, sungguh aku benar-benar diatas agamanyas(Muhammad).” Mereka berkata: “Tidak,demi Allah, sungguh kami akan menyiksamu dengan siksaan yang pedih.”
Kemudian mereka membawa Ummu Syuraik pergi dari rumahnya, mereka membawa Ummu Syuraik diatas onta yang lambat jalannya, yang merupakan sejelek-jelek kendaraan. Mereka memberi makan Ummu Syuraik berupa roti dan madu dan tidak memberikan setetes airpun,hingga jika matahari telah panas, mereka menurunkannya di padang pasir dan memukulinya. dan beliau ditinggal di panas matahari hingga hamper hilang akal, pendengaran dan penglihatannya, demikianlah beliau diperlakukan selama 3 hari,
Pada hari ketiga, orang-orang Quraisi itu memaksa Ummu Syuraik untuk meninggalkan agamanya, namun Ummu Syuraik berkata: “Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar berada di atas agama tauhid dan sungguh kesulitan telah sampai kepadaku(namun) tiba-tiba aku mendapatkan sebuah timba yang diletakkan di dadaku lalu aku mengambilnya dan minum darinya satu kali nafas. Kemudian tempat air dicabut dariku lalu aku ikuti dengan pandangan, tiba-tiba timba itu telah tergantung diantara langit dan bumi dan aku tidak mampu meraihnya.
Kemudian diturunkan timba itu untuk kedua kalinya dan aku minum darinya satu kali tarikan nafas. Timba itu diangkat lagi dan aku ikuti dengan pandangan, tiba-tiba timba itu berada diantara langit dan bumi. Kemudian diturunkan kepadaku untuk yang ketiga kalinya, aku pun minum darinya hingga puas lalu timba itu dituangkan diatas kepalaku, wajahku dan pakaianku.”
Ummu Syuraik berkata: “mereka kemudian keluar, melihat (apa yang terjadi padaku) dan berkata: “Dari mana ini, wahai musuh Allah?” aku berkata kepada mereka: “Sesungguhnya musuh Allah itu bukan aku, (tetapi) orang yang menyelisihi agama-Nya. Adapun pertanyaan kalian dari mana ini? Maka ini adalah rizki dari Allah yang Dia rizkikan kepadaku. Kemudian mereka berjalan cepat menuju tempat mereka mendapati tali tempat air yang belum lepas, mereka berkata: “Kami bersaksi sesungguhnya Rabb-mu adalah Rabb kami dan sesungguhnya Dzat yang telah memberikan rizki kepadamu adalah Dzat yang telah memberikan rizki kepadamu di tempat ini setelah kami berbuat kepadamu apa yang kami perbuat. Dialah Dzat yang telah membuat syariat Islam.”
Kemudian mereka masuk Islam dan semua berhijrah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.
Demikianlah perjuangan Ummu Syuraik dalam mempertahankan aqidahnya dan mendakwahkan Islam, beliau tidak gentar meskipun beliau sadar akan siksaan yang akan menimpanya..beliau rela walaupun harus mengorbankan nyawa yang cuma satu-satunya…bagaimana dengan kita??? Apa yang telah kita korbankan untuk membela agama Allah ini???mampukah kita menjadi seperti Ummu Syuraik??? Mampukah kita berkorban apa saja demi tegaknya kalimat-kalimat Allah di muka bumi ini? Hanya kita sendirilah yang mampu menjawabnya…..wallahu ‘alam bishowab

Sunday, April 15, 2007

ZAINAB AL-KUBRA

Beliau adalah putri pertama Rosululllah dari Siti Khodijah yang dilahirkan sepuluh tahun sebelum ayah beliau diangkat menjadi nabi. Hampir sempurnalah sifat Zainab, sehingga dia disunting oleh sepupunya yaitu Abu Al ‘Ash bin Rabi’. Dia adalah orang terpandang di Mekkah dan nasabnya yang bagus.
Dalam usianya yang masih muda, Zainab mampu mengatur rumah tangga dengan baik, tampak kebahagiaan dalam rumah tangga Zainab. Pada saat Muhammad diangkat menjadi Nabi telah terjadi perubahan besar pada diri zaenab.
Setelah suaminya pulang dari perjalanan jauh, zaenab menceritakan perubahan tersebut, namun suaminya mensikapinya diam dan tidak bereaksi. Usaha zainab tidak ber henti begitu saja ia tiap hari berusaha meyakinkan suaminya, namun suaminya menjawab, “Demi Allah, bukannya saya tidak percaya dengan ayahmu, hanya saja saya tidak ingin dikatakan bahwa aku telah menghina kaumku dan mengkafirkan agama nenek moyang ku karena ingin mendapatkan keridhaan istriku." Sejak saat itu rumah tangga Zainab menjadi gelisah dan guncang.
Zainab tetap tinggal di Mekah saat kaum muslimin hijrah ke Madinah. Tatkala pecah perang Badar, Abu Al ‘Ash bergabung dengan kaum musrik memerangi kaum muslimin dan dia menjadi tawanan kaum muslimin. Kemudian Zaenab mengutus seseorang untuk menebus suaminya dengan harta dan kalung pemberian ibunya yang sangat berharga baginya. Rasul bersabda,”jika kalian melihatnya sebagai kebaikan maka bebaskanlah tawanan tersebut, dan kembalikanlah harta tebusannya maka lakukanlah.” Maka para sahabat membebaskan Abu Al ‘Ash dengan syarat tidak menghalangi Zaenab untuk berhijrah.
Sesampainya di Mekkah, Zaenab menyambut suaminya dengan suka cita, namun Abul ‘Ash tersirat rasa kesedihan dan mengatakan kepada istrinya,”aku datang untuk berpisah Zaenab.” Maka keluarlah Zaenab dari Mekkah meninggalkan Abu Al ‘Ash. Ia rela berpisah dengan suaminya yang sangat dicintainya untuk mempetahankan aqidah.
Pada saat Rasulullah shalat subuh, Zaenab memohon kepada ayahnya untuk mengembalikan barang-barang tawanan Quraisy. Abu Al- Ash mengembalikan barang tersebut seraya berkata, “wahai orang-orang Quraisy, masih adakah diantara kalian yang masih berada ditanganku dan belum diambil. Mereka menjawab tidak”. Kemudian ditempat inilah Abu Al Ash menyatakan masuk Islam. “demi Allah tiada yang menghalangi aku untuk masuk Islam di Madinah melainkan saya khawatir kalian menyangka bahwa aku hanya ingin melarikan harta kalian. Maka tatkala Allah mengembalikan barang-barang kaliandan sudah aku laksanakan tanggung jawabku, maka akupun masuk Islam”.
Akhirnya rumah tangga zaenab kembali bahagia dengan berlandaskan aqidah Islam. Satu tahun kemudian Zaenab meninggal meninggal dunia karena sakit yang membekas pada saat keguguran, Abu Al-Ash menangis hingga menyebabkan orang-orang disekitarnya turut menangis. Kemudian datanglah ayah Zaenab dan mengucapkan selamat tinggal. Semoga Allah merahmati Zaenab Al-Kubro binti Rasulullah SAW yang telah berjuang dan bermujahadah, semoga Allah membalas amalan beliau seluruhnya dengan balasan yang baik.
Demikianlah kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya telah membuat zainab meninggalkan suami yang dicintai untuk hijrah ke Madinah hingga akhirnya bersatu kembali karena suaminya memilih untuk meninggalkan kejahiliyaannya dan memutuskan untuk memeluk Islam. Sungguh kasih sayang yang terbentuk karena Allah dan Rasul-Nya akan lebih mulia dibandingkan kasih sayang kepada manusia yang hanya berlandaskan hawa nafsu belaka. Kasih sayang seperti yang telah dicontohkan oleh zaenab inilah yang harus dimiliki oleh para muslimah saat ini.